Mbak Christine Hakim yang baik,
FFI harus jalan terus. Saya sangat-sangat setuju dengan harapanmu itu. Karena selama perjalanannya yang sangat panjang FFI sudah membuktikan diri sebagai festival yang mengakui karya-karya terbaik di dunia perfilman Indonesia dan selama itu pula masyarakat kita dapat menerima FFI dengan senang hati tanpa sedikitpun rasa benci.
Mengenai ada sekelompok anak muda yang mengklaim sebagai kaum pembaharu perfilman Indonesia yang berencana lagi-lagi ingin memboikot FFI biarkan saja. Tak usah ditanggapi. Apalagi sampai diurusi.
Soalnya, mereka hanya ingin mencari sensasi dan perhatian saja. Karena apa yang mereka lakukan untuk dunia perfilman kita harus ada imbalan baliknya buat mereka. Mereka berkarya tidak tulus. Mereka bekerja berharap mendapat tepuk tangan dan harus dilihat orang. Mereka pamrih ingin disebut dan diakui sebagai orang film yang hebat.
Tapi, karya film hebat apa, sih, yang sudah mereka buat?
Apa film-film mereka sudah sekelas film-film besutan Syumanjaya atau Teguh Karya atau Eros Djarot?
Petualangan Sherina, AADC?, Laskar Pelangi apakah sebanding dengan Budak Nafsu, Pacar Ketinggalan Kereta, atau Tjoet Nja' Dhien?
Mereka tidak bercermin.
Mereka justru over-acting.
Mereka anak-anak muda yang sombong, anak-anak muda yang pongah, suka bertingkah.
Maju terus, Mbak Christine Hakim. Hadapilah anak-anak muda yang suka cari muka dan ke-geer-an itu dengan terus berkarya, berkarya, dan berkarya.
Maju terus, Mbak Christine Hakim. Maju terus dunia perfilman Indonesia....
Selamat ber-FFI di Bandung, ya.
Dari seorang pengagum beratmu,
Abi Hasantoso
(AH, 3 Desember 2008)
Rabu, 03 Desember 2008
Mbak Christine Hakim, FFI Harus Jalan Terus
Label:
christine hakim,
eros djarot,
ffi,
laskar pelangi,
syumanjaya,
teguh karya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Mas Abi (If I may call you that way)
Anak2 muda itu justru prihatin, tentang kualitas film/orang yang masuk nominasi, tentang film/orang yang mendapat penghargaan. Mereka justru berkaca kepada Pacar Ketinggalan Kereta, Tjoet Njak Dien dsb. Mereka justru malu dengan Syumandjaja dan sutradara besar lainnya ketika sebuah film plagiat memenangi penghargaan di FFI. Karena mereka bukan antipati dengan FFI tapi bagaimana FFI itu sendiri dijalankan. Mungkin mereka berpikir seperti yang saya pikir...untuk apa buang buang uang, waktu, tenaga kalau hanya memberi penghargaan pada pepesan kosong
Posting Komentar