Rabu, 26 November 2008

"Wendo."

(Tulisan ini merupakan kado ulangtahun ke-60 buat Arswendo Atmowiloto pada 26 November 2008 dari salah satu anak didiknya.)


Arswendo Atmowiloto, nama ngetopnya.

Sarwendo, aslinya.

“Wendo.” Itu panggilannya, selain Ndo.

Sesungguhnya, dia lah orang terkaya di Indonesia.

Bukan Oom Liem Sio Liong.

Bukan pula Aburizal Bakrie, menteri yang based on pengusaha itu.

Jika kekayaan Aburizal Bakrie terlacak oleh Majalah Forbes Asia pada medio Desember tahun lalu sebesar 5,4 miliar dollar AS (setara Rp 66,285 triliun dengan kurs Rp 12.275 per 26 November 2008) dan menempatkannya sebagai orang terkaya di Indonesia. Kekayaan yang dimiliki Wendo melampaui angka 12 digit itu.

Kekayaan Wendo tak bisa tertebak. Oleh siapapun. Termasuk oleh BIN, CIA, maupun KGB. Apalagi oleh KPK. Mesin pelacak google yang terbilang canggih saja tak mampu menemukan. Bahkan program software paling mutakhir buatan Bill Gates sekalipun tak akan mampu men-detected kekayaan lelaki asal Solo yang hari ini genap berusia 60 tahun.

Kekayaan Wendo lebih dari sekadar uang, bukan dalam bentuk materi seperti kapal mewah ataupun bangunan properti. Karena kekayaannya bersumber pada kebebasan dan kreativitas. Kekayaannya tersebar di mana-mana dan ke mana-mana. Kekayaannya beranak-pinak di sejumlah ladang bisnis. Sebut saja semua usaha yang ada di Indonesia, dapat dipastikan di situ Wendo punya saham.

Saham-saham Wendo berupa lahirnya orang-orang hebat. Mereka kini berkarya di bidang penerbitan, pertelevisian, keuangan, perhotelan, desain, pemasaran, komunikasi, dan lain-lain. Mungkin, beberapa di antara mereka, kini bekerja di salah satu anak usaha Bosowa Group dan menjadi orang kepercayaan Sri Sultan Hamengkubowo X. Atau, tanpa sepengetahuan kita, mereka bahkan menjadi pejabat penting di pemerintahan dan Istana Negara.

Kebebasan dan kreativitas. Itulah warisan kekayaan yang diinspirasikan Wendo kepada seluruh orang melalui karya-karya yang dilahirkannya dan sejumlah media cetak yang dipimpinnya. Sedikitnya 48 cerita fiksi semacam Senopati Pamungkas, skenario film Pacar Ketinggalan Kereta, dan buku Mengarang itu Gampang telah ia lahirkan, di luar tulisan-tulisan yang dipublikasikan secara bebas dan terserak di sejumlah media cetak, diskusi, seminar, hingga lokakarya yang tak sempat tercatat.

Melalui tangan dingin mesias-nya, Wendo waktu itu membangun imperium bisnis majalah di Kelompok KOMPAS Gramedia (KKG). Ia punya ide brilian menerbitkan majalah dan tabloid dari huruf A sampai Z. Dimulai dengan modal yang sudah ada, yaitu Angkasa, Bobo, Citra, Hai, Intisari, Jakarta-Jakarta, Monitor, Otomotif, dan Senang. Ia ingin menerbitkan lagi majalah dan tabloid berinisial D, E, F, G, K, L, N, P, Q, R, T, U, V, W, X, Y, serta Z.

Saat itu, Wendo menjelma menjadi anak emas. Apalagi tiras Tabloid Monitor – yang punya tagline ”Tabloid Terbesar di Dunia yang Berbahasa Indonesia” itu – mencapai angka sekitar 700.000 per minggu. Pada saat itu, sebagai perbandingan, Harian KOMPAS yang menjadi surat kabar terbesar di Indonesia memiliki tiras sekitar 500.000 per hari. Ia pun bekerja keras untuk menaikkan tiras Monitor hingga menembus angka 1.000.000. Kalau angka itu tercapai, ia bersama anak buahnya akan menggunduli kepala sebagai nazar.

Gaya hidup Wendo pun berubah. Ia bisa punya apa saja. Bisa pakai apa saja. Bisa bergaul dengan siapa saja. Pernah satu kali ia bercerita ada “janji wawancara” dengan salah seorang responden wanita dari kalangan jet-set di presidential suite sebuah hotel berbintang banyak yang di setiap lantainya dijaga bodyguard bertubuh tinggi tegap. Suatu masa ada seseorang yang memuji fine watch Rolex terbarunya sebagai barang bagus, Wendo menolak pujian selangit itu. “Ini bukannya bagus. Rolex ini harganya sangat mahal,” kata Wendo, sembari tertawa cekakak. Wendo, memang, norak!

Dengan posisinya itu, Wendo menjelma menjadi seorang tokoh kontroversial. “Yang disayangi kawan, tapi dibenci lawan”. Oleh sejumlah anak buahnya, ia disayang alang kepalang karena kebaikannya. “Daripada saya kasih uangnya ke Harmoko (Menteri Penerangan RI saat itu yang punya saham di setiap penerbitan di Indonesia tak terkecuali Monitor), mendingan membikin senang anak buah,” kata Wendo, santai. Ia pun memberikan hadiah bulan madu anak buahnya yang baru menikah pergi ke Jepang. “Pura-pura nulis apa aja di sana sebagai laporan.” Untuk sekretarisnya yang mantan atlet bolavoli, Wendo pernah menugaskan meliput SEA Games. Padahal di sana asli Sang Sekretaris cuma pergi dolan-dolan makan angin. Ia pun membelikan kamera tercanggih dan termahal saat itu, Nikon F4, untuk Majalah HAI.

Sayang, karena kecerobohan yang tak terpikirkan, nazar sejuta eksemplar Wendo kandas di tengah jalan. Lantaran sebuah jajak pendapat tentang tokoh-tokoh yang paling populer di Indonesia yang dimuat Monitor memancing kemarahan umat Islam pada tahun 1990.

Singkat cerita, Wendo pun menjalani proses hukum dan dipenjara selama lima tahun. Monitor dibredel, ia pun langsung dipecat dari KKG.

Tapi, buat Presiden Soeharto dan para think tank politiknya, kekeliruan Wendo menjadi kajian yang sangat penting. Kesimpulan utamanya, selain mengetahui masih banyak kelompok Islam di Indonesia yang galak-galak, Pak Harto harus pergi haji supaya disayang sama umat Islam. Tak lama, Pak Harto pun kembali dipilih menjadi presiden.

”Saudara Arswendo itu keliru, dia salah. Kita tak boleh melakukan kekeliruan yang sama karena banyak orang yang menggantungkan hidup dari usaha (penerbitan) kita,” kata Presiden Direktur KKG saat itu, Jakob Oetama, sembari menghisap sebatang rokok kretek dalam-dalam dan membetulkan letak kacamatanya, kepada awak Monitor di lantai tiga Gedung KKG di suatu petang yang gelap. Menurut cerita, kalau Pak Jakob, yang saat itu juga menjabat Pemimpin Redaksi Harian KOMPAS, memanggil seseorang dengan sebutan Saudara itu berarti ia sedang tidak enak hati.

Sejak saat itu, sensorship tulisan dan foto pun diperketat. Bahkan di setiap redaksi majalah dan tabloid KKG yang masih bisa terbit dibuat sistem piket yang wajib membaca dan memeriksa seluruh naskah dan foto agar aman (tidak menyinggung perasaan umat Islam) sebelum naik cetak.

Toh, Wendo tipe seorang lelaki yang bertanggugjawab. Ia berani memikul kesalahannya itu sendirian. Tanpa melibatkan seorang pun anak buahnya. ”Semua ini kesalahan saya. Dan saya yang menanggung akibatnya. Bukan orang lain,” kata Wendo ketika dijenguk sejumlah anak buahnya di tahanan Polda Metro Jaya pada suatu siang yang terang.

Pernah ada tawaran Wendo diminta mengganti namanya supaya bisa tetap bekerja di KKG. Kalau saja ia mau, ia dapat ganti rugi penggantian nama sebesar Rp 200.000.000 atau setara lebih dari 130 ribu dollar AS (saat itu kira-kira 1 dollar AS = Rp 1500).

Wendo tegas-tegas menolaknya. ”Sekarang ini tinggal nama yang saya punya. Saya menolak!” Suara keras Wendo jelas menggebrak. Memecah dan mengakhiri tawaran damai itu.

Mungkin, Wendo tak ingin mengganti nama untuk kedua kali. Atau ia tak mau ikut-ikutan sejumlah orang yang mengganti nama lantaran takut terkena gerakan ”bersih lingkungan” yang berkaitan dengan unsur-unsur bahaya laten komunis di masa Jenderal Try Sutrisno menjadi Panglima ABRI.

Pergantian nama dari Sarwendo ke Arswendo, baginya, sudah cukup.

Apalagi karena nama Arswendo ia pernah menjadi orang terkaya di Indonesia dengan saham kebebasan dan kreativitas yang dimilikinya.

Sekali Wendo, tetap Wendo.

Nama Wendo, menurut tekad kata hatinya, tak bisa disubstitusi dengan uang yang sangat banyak, meski nama itu pernah menjadi nama yang sangat dibenci seperti nama sebuah partai terlarang.

Karena keteguhan sikap dan tanggungjawabnya memikul kesalahan, nama Wendo tetap ada sampai hari ini. Dan sampai kapanpun.

Rasanya, kita semua bisa belajar dari nama itu: ”Wendo.”

(AH, 26 November 2008)

Minggu, 23 November 2008

Pesta Blogger Narsis

Narsis!

“Isi blogger boleh narsis.” Begitu kata pembicara sessi Blogger for Newbies (?) di salah satu ruang di Gedung BPPT Jakarta pada acara Pesta Blogger 2008 yang berlangsung Sabtu (22/11) siang.

Maksudnya, buat blogger yang kesulitan menulis pada hari-hari pertama membuat blog boleh menceritakan apa saja yang ada dalam dirinya dan yang tengah dialaminya. Entah itu kejadian peristiwa pada suatu hari. Atau cukup mem-posting foto-foto diri yang lagi beraksi di depan kamera digital, entah itu sendiri, bersama teman, atau berdua saja dengan pacar.

Narsis, membangga-banggakan diri sendiri, memang, menjadi cara yang paling mudah dan ampuh untuk dijadikan subyek tulisan di dalam blog. Karena narsis merupakan sumber yang paling mudah dan paling dekat dari kita.

Diakui atau tidak, kebanyakan blog yang ada, memang, berisi soal narsis-narsisan ini. Sah-sah saja. Dan tidak ada yang bisa melarang. Apalagi sampai meminta wordpress.com untuk menutup blog-blog yang isinya narsis melulu, seperti yang dilakukan oleh Bapak Blogger Indonesia dan Departemen Komunikasi & Informatika RI ketika beberapa hari lalu ada blogger iseng yang menerbitkan kartun-kartun yang dianggap menghina seorang nabi. Sesuatu yang menurut saya terlalu berlebihan. Apalagi seperti halnya narsis, blog itu esensinya adalah freedom of expression.

Narsis!

Inilah hal yang saya tangkap pertama kali di awal pembukaan Pesta Blogger 2008. Bayangkan, sudah tahu waktu molor hampir 30 menit dari jadwal yang sudah ditetapkan, eh, panitia malah membuang waktu hanya untuk memperkenalkan diri kepada Menristek dan pejabat tinggi yang mewakili Menkominfo serta Menbudpar. Sepertinya, panitia inti Pesta Blogger ini merasa berjasa sudah berhasil mengumpulkan 1000 blogger berkumpul untuk kedua kalinya. Dan, atas kerja keras tersebut, boleh dong panitia narsis.

Baru sekali ini, dalam sejarah hidup saya, melihat panitia diperkenalkan di atas panggung secara khusus di acara pembukaan dan menghabiskan waktu lebih dari 10 menit, sementara sambutan tiga menteri saja rata-rata cuma lima menit. Saya pernah nonton konser musik, teater, dan peragaan busana. Seluruh anggota band, aktor dan aktris, serta perancang busana diperkenalkan di ujung acara. Bahkan dalam setiap seminar atau diskusi yang saya ikuti, tidak pernah ada panitia yang memperkenalkan diri. Jadi, hanya di Pesta Blogger 2008 inilah saya baru sekali melihat panitia yang narsis!

Bisa jadi kenarsisan ini disebabkan panitia juga ketularan virus selebritis. Kepingin terkenal seperti Pasha Ungu, Ariel Peterpan, atau Tika Panggabean-nya Project Pop.

Padahal sejatinya, blogger itu, seperti halnya wartawan, adalah orang-orang yang terbiasa bekerja tanpa dilihat orang lain. Bekerja dalam kesunyian, kesenyapan, tanpa hiruk-pikuk tepuk tangan penonton, untuk menyampaikan gagasan-gagasannya kepada masyarakat luas. Dan itu dilakukan dengan ketulusan, tanpa pamrih, dan tidak harus diketahui orang banyak. Blogger itu, seperti wartawan ataupun penulis lainnya, yang dikenal hanya tulisan dan namanya saja. Bukan sosoknya, bukan tampilannya.

Beberapa teman blogger yang hadir, sebetulnya, berharap Pesta Blogger tahun ini lebih mengedepankan isu-isu yang akan dialami atau menjadi tantangan para blogger di masa datang. Seperti, adanya undang-undang yang dapat menjerat blogger masuk penjara. Atau berbagi pengalaman dengan wartawan yang kini intens menggeluti dunia blog seperti yang dijalani Pepih Nugraha dari Harian KOMPAS yang kini mengelola kompasiana.com. Kita bisa belajar dari dia bagaimana mengambil bagian yang paling menarik dari sebuah peristiwa. Bagaimana menuliskannya. Ini yang rasanya diharapkan Iwan Piliang (http://blog-presstalk.com/) dan dua blogger lainnya, Agung Sadhadi Nugraha (http://naufalziz.wordpress.com/) dan M. Mirza (http://mirza3m.tk/) yang datang dari Ciputat sejak pagi.

”Walau terkesan narsis, tahun ini masih mendingan dibanding tahun lalu yang mirip arisan,” kata Be Samyono (http://samlens.blogspot.com/), yang dua tahun berturut-turut ikut Pesta Blogger. ”Tahun lalu malah kita harus kelar jam 5 sore karena tempatnya (blitzmegaplex) mau dipakai lagi buat pertunjukan film,” sambung arsitek lulusan Universitas Petra Surabaya yang malah menggeluti fotografi ini.

Rasanya, kalau tahun depan akan digelar lagi, Pesta Blogger sudah harus melupakan euforia fenomena maraknya blogger di Indonesia. Setidaknya, panitia tidak perlu narsis-narsisan lagi. Kita harus fokus pada hal-hal yang bisa jauh lebih berguna untuk masyarakat luas dan bagi kecakapan blogger itu sendiri, sesuai tema Pesta Blogger 2008, Blogging for Society.

Toh, saya tetap salut kepada seluruh panitia Pesta Blogger 2008. Betapapun kerja keras mereka patut diacungi dua jempol! Terutama dalam hal kenyamanan para blogger. Saya juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada seluruh panitia. Karena di ujung acara, nomor saya 1116 dinyatakan sebagai pemenang utama door prize berupa sebuah notebook Compaq Presario CQ45-110AU dari Hewlett Packard Indonesia. Saya tidak menyangka bakal mengecewakan blogger-blogger lainnya yang harap-harap cemas menanti hadiah utama itu....

Saya jadi ikut-ikutan ketularan narsis, nih....

(AH, 23 November 2008)

Sabtu, 22 November 2008

Ronaldinho: Indonesia Tak Akan Pernah Bisa Berlaga di Piala Dunia

Tim nasional sepakbola Indonesia lagi-lagi gagal dan dikalahkan tim kelas tarkam, Myanmar, dalam final sebuah turnamen internasional kelas ecek-ecek di Ibukota Yangon, Jumat (21/11) petang. Parahnya lagi, para penyerang kita mandul. Alias tidak bisa mencetak satu pun gol ke gawang lawan sejak semifinal. Bambang Pamungkas sudah habis dan tidak bisa diharapkan lagi. Pada partai puncak yang berkesudahan 1-2 itu seluruh gol dicetak pemain tuan rumah, satu gol untuk Indonesia itu merupakan hasil bunuh diri pemain lawan. Benar-benar memalukan!

Kita, memang, tak pernah memiliki pemain bintang sekelas Ronaldinho. Pemain gelandang serang berusia 28 tahun yang diandalkan timnas Brasil dan klubnya AC Milan ini pernah dinobatkan sebagai pemain terbaik di dunia.

Ada baiknya kita belajar banyak kepada Ronaldinho kalau sepakbola kita mau maju. Tapi apa betul sepakbola kita bisa masuk pentas dunia? Menurut Ronaldinho, sampai kapanpun, Indonesia tidak akan pernah bisa menembus putaran final Piala Dunia. Berikut petikan lengkap wawancara imajiner dengan Ronaldinho yang berlangsung santai dan akrab di sebuah resort paling terkenal di Brasil beberapa waktu lalu:

Anda pertama kali main futsal sebelum sepakbola....
Semua orang di Brasil, sejak kanak-kanak, pasti bermain futsal dan sepakbola. Futsal menjadi landasan utama kalau kita mau jadi pemain sepakbola yang baik. Karena futsal mengajarkan hal-hal yang sangat fundamental dalam sepakbola. Bagaimana bekerja sama, berpikir dan bertindak cepat, serta menguasai bola. Main futsal sangat cepat. Apa yang aku mainkan saat ini di atas lapangan sepakbola semuanya aku dapatkan pertama-tama dari futsal.
Mana yang paling penting, futsal dulu atau langsung main sepakbola di lapangan hijau?
Sebaiknya, main futsal dulu. Kalau kita trampil di futsal, kita pasti trampil di sepakbola. Futsal itu juga menyenangkan. Sangat baik untuk menarik anak-anak menggemari sepakbola. Main futsal itu asyik dan seru. Kita tetap bisa bermain bola hanya dengan 5 pemain dengan lapangan sebesar lapangan basket....
Orang Brasil menguasai keduanya, ya....
Mungkin sudah ditakdirkan Tuhan, sepakbola dan futsal adalah milik rakyat Brasil. Kami lima kali juara piala dunia sepakbola dan empat kali juara dunia futsal. Siapa bisa menandingi kami? Tak ada satu negara pun di dunia ini bisa seperti kami dalam sepakbola dan futsal.... Sepakbola dan futsal adalah nafas kehidupan kami sehari-hari....
Sepakbola mengangkat harkat hidup orang Brasil?
Semua anak-anak Brasil mempunyai cita-cita jadi pemain sepakbola yang hebat ketimbang bercita-cita menjadi presiden. Pemain sepakbola lebih terkenal di seluruh dunia daripada Presiden Brasil. Anda kenal nama Presiden Brasil saat ini? Tapi Anda akan dengan mudah mengingat namaku, Ronaldo, Roberto Carlos, ataupun Pele. Dan sekarang Fabiano yang mencetak hattrick ke gawang Portugal hari Kamis (20/11) lalu. Sepakbola juga dapat mengangkat kami menjadi orang yang terpandang, dan tentu saja banyak uang....
Anda begitu optimis....
Orang Brasil selalu optimis kalau itu menyangkut sepakbola, apalagi meraih gelar juara Piala Dunia.... Tak ada hal yang membanggakan selain menjadi juara dunia sepakbola.... Anda akan selalu diingat sebagai pahlawan bila membawa Brasil menjadi juara dunia....
Dinho, Anda menjadi salah satu pesepakbola terbaik di dunia. Anda pun menjadi icon. Bahkan saat di Barcelona dulu patung Anda dijadikan souvenir. Tapi Anda tidak marah patung Anda yang dijual itu, maaf, menggambarkan Anda sedang BAB (buang air besar)....
Hidup ini tak boleh terlalu serius. Kita harus mentertawakan diri kita untuk bisa hidup normal. Humor itu kita perlukan sebagai penyeimbang, bahwa diri kita ini masih waras. Kalau wajah Anda di-plesetkan di internet, ya, jangan marah lah. Itu kan cuma humor. Kalau sampai Anda marah, berarti Anda sudah tidak waras lagi. Kalau ada teman Anda atau anak buah Anda sampai marah, pasti dia seorang penjilat. Dia sok pahlawan buat Anda....
Jadi, humor itu....
Humor itu penyaluran diri. Humor itu membuat hal-hal yang kaku menjadi lemas. Tubuh kita perlu saluran pelemasan. Aku senang mendengar dulu ada Presiden RI yang suka sekali dengan humor (Gus Dur maksudnya). Itu pasti menghibur rakyatnya yang sedang susah....
Memangnya, Anda tahu apa tentang Indonesia?
Aku tahu Bali itu lebih terkenal daripada nama Indonesia. Aku tahu Indonesia karena bom yang meledak dahsyat di Bali....
Kalau sepakbola Indonesia tahu juga?
Saya tidak tahu kalau di Indonesia itu ada orang yang bermain sepakbola. Saya tahu Indonesia punya kesebelasan nasional waktu secara tidak sengaja barusan saya lihat siaran final turnamen sepakbola ecek-ecek di Yangon, Myanmar, melalui televisi satelit di kamar hotel.
Penilaian Anda mengenai timnas Indonesia....
Saya kira pemain Indonesia tidak bermain sepakbola. Karena main sepakbola itu kita harus berlari. Saya lihat para pemain Indonesia malas berlari. Bagaimana mau membuka ruang? Bagaimana bisa mencetak gol kalau cuma jalan-jalan di lapangan. Maka habislah Indonesia ketika bertemu tuan rumah Myanmar yang bermain sepakbola dengan berlari sepanjang pertandingan.
Kesimpulannya....
Saya kira sepakbola Indonesia tidak akan pernah maju kalau para pemain Indonesia dan pengurus sepakbolanya cuma suka berjalan-jalan saja. Jadi, jangan salahkan Peter White dan Ivan Kolev. Apalagi Si Bendol (panggilan akrab Pelatih Benny Dollo).... Sekalipun dilatih pelatih kelas dunia sekaliber Jurgen Klinsmann atau Marco van Basten tetap Indonesia tak akan bisa hebat kalau pemain dan pengurus sepakbolanya lebih suka jalan di tempat ketimbang bekerja keras....
Memang Anda tahu kerja pengurus sepakbola Indonesia?
Bagaimana Anda mau bekerja kalau pemimpin Anda berada di dalam penjara? Mengurus kebaikan bagi dirinya sendiri saja tidak bisa, bagaimana mau mengurus sepakbola? Secara akal sehat, apa yang bisa Anda lakukan dari balik jeruji? Saya kira di Brasil atau di negara-negara lainnya, mereka yang berada di penjara biasanya mereka itu para kriminal dan tindakannya sudah terbukti merugikan banyak orang....
Jadi, Indonesia tidak akan pernah bisa hebat di sepakbola?
Sepakbola itu tradisi. Jadi, harus dibangun dengan kebaikan. Sepakbola Indonesia akan menjadi hebat kalau dibangun oleh orang-orang yang baik, yang jujur, yang mau memajukan sepakbola. Salah satu syarat utama membangun sepakbola itu dengan kompetisi yang baik. Kalau kompetisinya tak baik, jangan harap bisa hebat. Bayangkan, sudah 17 tahun sepakbola Anda tak pernah memberi medali emas lagi dalam tingkat regional yang terkecil, SEA Games. Why? Because kompetisi sepakbola di negara Anda amburadul.... Jadi, jangan mimpi menjadi hebat di Asia, apalagi dunia, kalau tak punya kompetisi yang baik....
Prediksi Anda mengenai masa depan sepakbola Indonesia?
Maaf kalau jawaban saya terlalu to the point dan terdengar sangat menyakitkan hati seluruh rakyat Indonesia. Menurut saya, maaf sekali lagi sebelumnya, Indonesia tak akan pernah bisa tampil di Piala Dunia hingga tahun 3000 sekalipun.... Betulan impossible buat Indonesia menembus pentas sepakbola dunia. Mimpi kali, ye.... Meskipun dulunya Indonesia, saya baca dari sejarah, sejajar dengan tim-tim kelas dunia dari Asia seperti Iran, Jepang, dan Korea Selatan. Bahkan dulu, juga saya baca dari sejarah, kompetisi Galatama ditiru habis oleh J-League.... Tapi percayalah padaku, sekarang ini sepakbola Indonesia berada di titik paling rendah…serendah-rendahnya....
Pertanyaan terakhir, selepas kontrak dengan AC Milan, apakah Dinho mau menghabiskan karier di salah satu klub sepakbola di Indonesia?
Jangan gila, dong...?! Sudah, ya, saya mau berenang dulu…. Saya sudah ditunggu cewek-cewek, tuh, di kolam renang. Saya mau bersenang-senang, nih. Capek deh ngomongin sepakbola Indonesia yang dari dulu gak ada maju-majunya….

Ronaldinho pun lalu ngeloyor pergi begitu saja. Menemui perempuan-perempuan cantik berbikini sexy yang sudah menunggunya di bibir kolam. Seperti seorang raja minyak dari jazirah Arab, ia pun langsung asyik bercengkerama mesra dengan mereka sembari meneguk segelas anggur merah. Terdengar dari jauh mereka tertawa cekikikan saat nama Nurdin Halid disebut-sebut dalam obrolan. Rupanya, gosip PSSI yang tak mau mematuhi aturan FIFA sudah terdengar pula ke telinga mereka. Rasa-rasanya, mereka juga tahu kalau Ketua Umum PSSI saat ini tidak mungkin bisa bekerja dari balik jeruji hotel prodeo.

Adalah sebuah dagelan paling lucu berpendapat timnas sepakbola Indonesia bisa menembus masuk jajaran tim elite dunia sementara pemimpinnya masih berada di dalam penjara....

Sepakbola Indonesia, rupanya, bernasib sial. Sial, sesial-sialnya.

(AH, 22 November 2008)

Jumat, 21 November 2008

Makhluk Apakah Blogger itu?

Belakangan ini, sebagai gaya hidup kaum berpendidikan yang memiliki sifat terbuka, internet menjadi tempat yang tepat bagi orang-orang yang ingin mengumandangkan pikiran-pikiran mereka kepada dunia. Internet menjadi tempat posting yang subur buat orang-orang yang ingin menyampaikan point of view.

Maka, kegiatan tulis menulis untuk menyampaikan pikiran sendiri di jaringan internet (blog atau blogging) begitu subur bak jamur yang tumbuh di musim hujan. Dan hebatnya, ternyata, gagasan-gagasan yang mengemuka di berbagai blog banyak yang brilian, tak kalah dengan pendapat para pakar. Kita bisa melihat di dalam blog-blog itu betapa banyak ragam pendapat untuk satu hal. Di dalam blog pun kita bisa menerima perbedaan pandangan dari banyak sisi dan segi itu sebagai keunggulan-keunggulan yang dimiliki manusia, makhluk Tuhan yang paling mulia di muka bumi ini.

Saya sendiri mengenal dunia blog kira-kira tiga tahun lalu, tahun 2005. Ketika ESPN STAR SPORTS (ESS) meminta saya untuk menulis tentang dunia sepakbola dalam bahasa Indonesia di salah satu saluran situsnya, footballcrazy, karena blog saya itu ditujukan untuk pembaca situs itu di Indonesia. Saya merasa menulis blog itu seperti saya menulis artikel untuk majalah tempat saya bekerja dulu, hanya saja dimuat dengan medium yang berbeda.

Saat ini saya tertarik untuk mulai mempunyai blog sendiri, melalui layanan bebas yang disediakan blogger.com/blogspot.com, bernama jakartasiana.blogspot.com.

Ketertarikan saya terhadap blog bertambah lagi karena sejak tahun lalu pemerintah kita menganggap penting keberadaan blogger, penulis blog, di Tanah Air-nya sendiri. Sampai-sampai para blogger ditampung dalam sebuah hajatan akbar berkelas nasional bernama Pesta Blogger. Bahkan, tahun ini Pemerintah Amerika Serikat (AS) ikut-ikutan pula mensponsori kegiatan ini.

Tentu, ada alasan khusus dan serius kenapa negara adidaya AS, dalam hal ini Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, sampai mau-maunya berada di balik penyelenggaraan Pesta Blogger 2008. Kita bisa menebak-nebak, menerka-nerka, bahkan menuduh AS punya kepentingan dengan para blogger di Indonesia. Boleh saja kita menduga ada hidden agenda di balik dukungan AS pada Pesta Blogger tahun ini.

Saya sendiri, sih, berprasangka baik saja. Sebagai negara tempat penemuan-penemuan teknologi tinggi tersebut yang secara otomatis juga menjadi negara pembuat produk-produk hasil temuan teknologi canggih seperti komputer (sebut saja IBM dan Apple Macintosh) dan penyedia piranti lunak (yang ini tentu saja kita harus menyebut nama Microsoft), AS meyakini bahwa Indonesia adalah pasar potensial yang sangat terbuka dan harus terus digarap seperti sawah ladang selama rentang waktu yang panjang. Dari sisi lain juga bisa dilihat bahwa dukungan AS pada Pesta Blogger 2008 ini semacam balas budi kepada kita. Rasanya, pantaslah Amerika melakukan itu karena berapa surplus jutaan dollar yang mereka dapatkan dalam perdagangan dengan negara kita. Lagi pula, balas budi itu lebih baik kan ketimbang balas dendam? Asal jangan balas budi AS itu kita balas body.

Kalau Pemerintah AS saja peduli dengan para blogger, kenapa saya tidak?

Itulah alasan utama saya ingin hadir ke acara Pesta Blogger 2008. Saya ingin mengenal lebih jauh makhluk apa, sih, blogger itu?

Apakah mereka, para blogger itu, sama mulianya dengan kita manusia yang diberi akal pikiran dan perasaan hati oleh Tuhan?

Apakah blogger-blogger itu bernafas dengan paru-paru dan menghisap oksigen? Apakah mereka juga membutuhkan makan-minum, celana dalam-pakaian, dan apartemen mewah di kawasan Kemang, Jakarta Selatan? Apakah mereka perlu gadget canggih semacam BlackBerry?

Apakah para blogger pun memerlukan kasih sayang orang tua? Apakah mereka berasal dari keluarga yang broken home? Apakah mereka asosial dan egoistis? Apakah mereka suka giting lantaran sering nyimeng? Apakah mereka termasuk preman-preman kelas jalanan-pasar-terminal yang harus diamankan polisi menjelang Pemilu 2009?

Apakah blogger-blogger juga seperti gerombolan orang-orang yang suka berteriak menebar kebencian dan menggebuki siapa saja, termasuk anak-anak dan Ibu-ibu, yang dianggap tidak searah setujuan?

Apakah blogger-blogger yang berjenis kelamin laki-laki menyukai pemandangan alam Indonesia dan keindahan perempuan secantik Titi Kamal?

Apakah blogger itu seperti seorang koruptor beristrikan penyanyi dangdut cantik dan terkenal (kini dalam proses perceraian di pengadilan) yang menjadi target utama KPK membersihkan korupsi di negeri kita tercinta ini?

Apakah seorang blogger itu seperti seorang psikopat yang mengidap skizoprenia?

Apakah mereka suka berolahraga?

Apakah blogger-blogger itu suka musik?

Mereka menonton film terbaru yang skenarionya ditulis Arswendo Atmowiloto?

Blogger hanya bersosialisasi biasa nongkrong sembari berilusi di warung kopi?

Para blogger juga suka berpolitik dan membaca kolom Politika di Harian KOMPAS yang ditulis Budiarto Shambazy saban Sabtu pagi?

Atau apakah mereka punya selera humor yang sangat tinggi seperti Presiden Gus Dur?

Mudah-mudahan saya mendapatkan semua jawaban itu setelah saya hadir ke Pesta Blogger kedua yang akan berlangsung di Jakarta lagi pada Sabtu 22 November 2008 ini.

Kalaupun tidak mendapatkan jawabannya, ya, tidak apa-apa....

Saya tidak akan kaget, kalau ternyata, blogger itu tidak menyerupai manusia. Saya justru akan bangga bila blogger itu ternyata menjadi spesies baru ciptaan Tuhan – karena kecanggihan teknologi tinggi via internet – untuk melengkapi tiga makhluk terbesar di muka bumi ini yang sudah ada dari sana-Nya, yaitu manusia, tumbuh-tumbuhan, dan hewan.

Makhluk apakah blogger itu...?

Apakah pertanyaan ini penting, tidak penting, cukup penting, atau sangat penting?

Makhluk apakah blogger itu...?

Eh, dia tanya lagi...!

Makhluk apakah blogger itu?

(AH, 20 – 21 November 2008)