Selasa, 30 Desember 2008

Cita-citanya Tak Boleh Berhenti, Meski Bung Ronny Sudah Pergi

(Tulisan ini sudah dimuat di GOAL.com, http://www.goal.com/id-id/news/1571/fokus/2008/12/28/1030804/catatan-nasional-cita-citanya-tak-boleh-berhenti-meski-bung-ronn)


Hari Sabtu 27 Desember 2008 merupakan seratus hari meninggalnya salah satu legenda sepakbola nasional Ronny Pattinasarani yang wafat pada 19 September lalu. Di akhir hidupnya, ia sungguh prihatin dengan prestasi tim nasional Indonesia yang miskin prestasi dan manajemen sepakbola kita yang semakin amburadul.


Harus diakui saat ini prestasi sepakbola Indonesia berada di titik nadir. Jangankan untuk tingkat dunia dan Asia, di kawasan Asia Tenggara saja kita sudah paceklik prestasi selama 17 tahun ini. Terakhir kali Indonesia meraih medali emas SEA Games 1991. Setelah itu, tak satupun gelar bergengsi di kawasan Asia Tenggara dan Asia berhasil diraih. Alih-alih, kita malah kalah terus oleh tim yang dulu levelnya jauh di bawah tim nasional sepakbola Indonesia, sebut saja Vietnam dan Myanmar. Dua negara tetangga ini sepakbolanya terbilang maju pesat, sementara prestasi sepakbola Indonesia jalan di tempat.

Bangkit dan majunya sepakbola Indonesia inilah yang selalu dicita-citakan Ronny Pattinasarani, salah satu legenda sepakbola kita, dalam setiap langkah hidupnya. Cita-cita ini lah yang ingin ia wujudkan: ”Indonesia menjadi negara yang diakui di Asia dan dunia”.

Meraih cita-cita mulia itu, Bung Ronny, begitu ia biasa diakrabi, memulainya dari hal yang paling mendasar. Membina para pemain sepakbola sejak usia dini. Ia merintis pembangunan sekolah sepakbola untuk anak-anak (SSB). Hingga saat ini sudah banyak SSB-SSB lainnya tumbuh subur dan menyebar ke seluruh penjuru Tanah Air dan menampung bakat-bakat pesepakbola cilik.

Selain memulai SSB, Bung Ronny juga yang membawa futsal dan mempopulerkannya di Indonesia. Ia yakin bahwa futsal itu menjadi bagian integral dari pembangunan sepakbola modern. Ia, didukung McDonald’s Indonesia dan Harian KOMPAS, berkeliling ke sejumlah kota besar sepanjang tahun 2001 hingga berhasil membawa Indonesia sebagai tuan rumah Kejuaraan Asia Futsal setahun kemudian. Bung Ronny melihat korelasi yang kuat antara futsal dengan sepakbola. Di negara-negara yang sepakbolanya berkelas dunia – seperti Brasil, Spanyol, Iran, dan Jepang – perkembangan olahraga futsalnya juga sangat maju. Keempat negara itu dapat dikatakan menjadi langganan tampil di Piala Dunia.

Tiga tahun terakhir Bung Ronny semakin fokus mewujudkan cita-citanya. Sejak tahun 2006 ia membidani dan menangani Liga Medco, kejuaraan sepakbola resmi PSSI untuk anak-anak berusia 15 tahun. Ia sungguh beruntung mendapatkan dukungan penuh Arifin Panigoro, pendiri sekaligus pemilik MEDCO Group, untuk mewujudkan cita-citanya itu. Kesamaan visi kedua tokoh ini untuk memajukan sepakbola Indonesia melalui pemain-pemain berbakat sejak usia dini membuahkan hasil yang bagus melalui Liga Medco.

Selama tiga tahun ini Liga Medco, yang didukung penuh Medco Foundation, memberikan kesempatan kepada 1500 pesepakbola berbakat dari seluruh Indonesia tampil di pentas nasional. Mereka pun terjaring dan berhasil masuk skuad tim nasional sepakbola Indonesia U-15 dan U-16. Bahkan tim nasional Indonesia U-17 yang saat ini melakukan pemusatan latihan nasional selama dua tahun di Uruguay hampir diisi pemain-pemain yang berasal dari Liga Medco.

Dalam sebuah pertemuan pada tahun 2007 lalu, Arifin Panigoro sempat mendorong Ronny Pattinasarani untuk menjadi Ketua Umum PSSI. Dukungan Pak AP, begitu tokoh nasional ini dipanggil koleganya, setelah ia melihat segala upaya yang dilakukan Ronny selama ini untuk memajukan sepakbola Indonesia. “Ron, saya yakin kamu bisa memajukan sepakbola Indonesia. Sepakbola kita hanya bisa dibangun oleh orang yang mengerti, merasakan, dan mencintai sepakbola. Dan kamu punya itu semua. Kalau kamu mau (jadi Ketua Umum PSSI), pasti, saya akan bantu. Saya yakin kamu juga bisa sehebat Franz Beckenbauer dan Michel Platini yang sukses sebagai organisatoris di asosiasi sepakbola setelah sukses sebagai kapten tim nasional di negara masing-masing,” ungkap Pak AP meyakinkan Ronny, saat itu. Seperti halnya Beckenbauer dan Platini, jabatan kapten tim nasional pernah disandang Ronny.

Bung Ronny berterima kasih kepada Pak AP yang mempercayainya menjadi Ketua Umum PSSI. Tapi, bukan jabatan itu yang menjadi cita-citanya. “Saya ingin membina sepakbola melalui anak-anak. Karena dari sana lah sepakbola Indonesia akan menemukan masa depannya,” tuturnya. Dan selama tiga tahun menangani Liga Medco, cita-cita itu mulai menemukan titik terangnya.

Sayang, cita-citanya membawa Indonesia sebagai negara sepakbola berkelas dunia belum terwujud. Pada 19 September 2008 lalu, Bung Ronny kembali ke rumah Sang Khalik. Ia beristirahat di sebuah lapangan hijau yang sangat luas dengan danau berada di tengah-tengahnya.

Bagaimanapun cita-cita besar Bung Ronny masih harus kita lanjutkan, sampai Indonesia betul-betul menjadi negara yang punya nama di jagad sepakbola dunia. Sebuah upaya yang masih sangat panjang dan butuh keseriusan kerja kita semua secara bersama-sama.

Cita-cita mulia Bung Ronny untuk kejayaan sepakbola Indonesia tak boleh berhenti, meski dia sudah pergi….


ABI HASANTOSO, bekerja bersama Ronny Pattinasarani di Tim Pengembangan Futsal PSSI – McDonald’s Indonesia 2001 – 2002 dan Liga Medco 2006 – 2008



(AH, 27 Desember 2008)

Tidak ada komentar: